UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2009
TENTANG
PELAYANAN PUBLIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
|
Menimbang: a. bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan
penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan
publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
|
b. bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang
dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus
dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan
penduduk tentang peningkatan pelayanan publik;
|
c. bahwa sebagai upaya untuk mempertegas hak
dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab
negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma
hukum yang memberi pengaturan secara jelas;
|
d. bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas
umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan
bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan pengaturan hukum yang
mendukungnya;
|
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Pelayanan
Publik;
|
Mengingat: 1. Pasal 5
ayat (1), Pasal 18A ayat (2), Pasal 20, Pasal 27, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal
28C, Pasal 28D, Pasal 28H; Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang
Dasar Negara RepubIik Indonesia Tahun 1945;
|
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor
55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3890);
|
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
|
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights
(Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya); (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4557);
|
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik); (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4558);
|
6. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4899);
|
Dengan Persetujuan
Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG
TENTANG PELAYANAN PUBLIK
|
BAB IKETENTUAN UMUM |
Pasal 1
|
Dalam Undang-Undang
ini yang dimaksud dengan:
|
1.
Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.
|
2.
Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut
Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi,
lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan
pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk
kegiatan pelayanan publik.
|
3.
Atasan satuan kerja penyelenggara adalah pimpinan
satuan kerja yang membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja yang
melaksanakan pelayanan publik.
|
4.
Organisasi penyelenggara
pelayanan publik yang selanjutnya disebut Organisasi Penyelenggara adalah
satuan kerja penyelenggara pelayanan publik yang berada di lingkungan institusi
penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan
undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang
dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
|
5.
Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya
disebut Pelaksana adalah pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang
bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan
atau serangkaian tindakan pelayanan publik.
|
6.
Masyarakat adalah seluruh pihak, baik warga
negara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan
hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
|
7.
Standar pelayanan adalah tolok ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian
kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada
masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau,
dan terukur.
|
8.
Maklumat pelayanan adalah pernyataan tertulis yang
berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar
pelayanan.
|
9.
Sistem informasi pelayanan publik yang selanjutnya
disebut Sistem Informasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan
informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari penyelenggara kepada
masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan Latin, tulisan dalam
huruf Braile, bahasa gambar, dan/atau bahasa lokal, serta disajikan secara
manual ataupun elektronik.
|
10. Mediasi
adalah penyelesaian sengketa pelayanan publik antarpara pihak melalui
bantuan, baik oleh ombudsman sendiri maupun melalui mediator yang dibentuk
oleh ombudsman.
|
11. Ajudikasi
adalah proses penyelesaian sengketa pelayanan publik antarpara pihak yang
diputus oleh ombudsman.
|
12. Menteri
adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur
negara.
|
13. Ombudsman
adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan
pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh badan usaha milik negara,
badan usaha milik daerah, dan badan hukum milik negara serta badan swasta, maupun
perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
|
BAB IIMAKSUD, TUJUAN, ASAS, DAN RUANG LINGKUP |
Bagian KesatuMaksud dan Tujuan |
Pasal
2
|
Undang-undang tentang pelayanan
publik dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara
masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik.
|
Pasal 3
|
Tujuan undang-undang
tentang pelayanan publik adalah:
|
a.
terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang
hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait
dengan penyelenggaraan pelayanan publik;
|
b.
terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik
yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik;
|
c.
terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai
dengan peraturan perundang-undangan; dan
|
d.
terwujudnya
perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik.
|
Bagian KeduaAsas
Pasal 4
|
Penyelenggaraan
pelayanan publik berasaskan:
|
a.
kepentingan umum;
|
b.
kepastian
hukum;
|
c.
kesamaan hak;
|
d.
keseimbangan
hak dan kewajiban;
|
e.
keprofesionalan;
|
f.
partisipatif;
|
g.
persamaan
perlakuan/tidak diskriminatif;
|
h.
keterbukaan;
|
i.
akuntabilitas;
|
j.
fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok
rentan;
|
k.
ketepatan
waktu; dan
|
l.
kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
|
Bagian KetigaRuang Lingkup |
Pasal 5
|
(1)
Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan
barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
|
(2)
Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal,
komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial,
energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis
lainnya.
|
(3)
Pelayanan barang publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
|
a. pengadaan
dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah;
|
b.
pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh
suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber
dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
|
c.
pengadaan dan penyaluran barang publik yang
pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal
pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara
yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
|
(4)
Pelayanan atas jasa publik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
|
a.
penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
|
b.
penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang
modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
|
c.
penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan
daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang
ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
|
(5) Pelayanan
publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi skala kegiatan yang
didasarkan pada ukuran besaran biaya tertentu yang digunakan dan jaringan
yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik untuk dikategorikan sebagai penyelenggara
pelayanan publik.
|
(6) Ruang
lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dalam
peraturan pemerintah.
|
(7) Pelayanan administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
a.
tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh
negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan
perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga
negara.
|
b.
tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang
diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta
diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.
|
BAB III
PEMBINA, ORGANISASI PENYELENGGARA, DAN
PENATAAN PELAYANAN PUBLIK
|
Bagian KesatuPembina dan Penanggung Jawab Pelayanan Publik |
Pasal 6
|
(1) Guna menjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan pembina dan penanggung jawab. |
(2) Pembina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
a. pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian,
pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan lembaga komisi negara
atau yang sejenis, dan pimpinan lembaga lainnya;
|
b. gubernur pada tingkat provinsi;
|
c. bupati pada tingkat kabupaten; dan
|
d. walikota pada
tingkat kota.
|
(3) Pembina sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai tugas melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dari penanggung jawab. |
(4) Pembina sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, kecuali pimpinan lembaga negara dan pimpinan lembaga komisi
negara atau yang sejenis yang dibentuk berdasarkan undang-undang, wajib
melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik kepada presiden dan
dewan perwakilan rakyat.
|
(5) Pembina sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib melaporkan hasil perkembangan kinerja
pelayanan publik masing-masing kepada dewan perwakilan rakyat daerah provinsi
dan menteri.
|
(6) Pembina sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d wajib melaporkan hasil
perkembangan kinerja pelayanan publik masing-masing kepada dewan perwakilan
rakyat daerah kabupaten/kota dan gubernur.
|
Pasal 7
|
(1) Penanggung jawab adalah
pimpinan kesekretariatan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) atau pejabat yang ditunjuk pembina.
|
(2) Penanggung jawab mempunyai tugas: |
a. mengoordinasikan
kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan standar pelayanan pada
setiap satuan kerja;
|
b. melakukan
evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik; dan
|
c.
melaporkan kepada pembina pelaksanaan penyelenggaraan
pelayanan publik di seluruh satuan kerja unit pelayanan publik.
|
(3) Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara bertugas:
|
a.
merumuskan kebijakan nasional tentang pelayanan publik;
|
b.
memfasilitasi lembaga terkait sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi antarpenyelenggara
yang tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme yang ada; dan
|
c.
melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja
penyelenggaraan pelayanan publik.
|
(4) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib: |
a.
mengumumkan kebijakan nasional tentang pelayanan
publik, hasil pemantauan dan evaluasi kinerja, serta hasil koordinasi;
|
b.
membuat peringkat kinerja penyelenggara secara berkala;
dan
|
c.
memberikan penghargaan kepada penyelenggara sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
|
Bagian KeduaOrganisasi Penyelenggara |
Pasal 8 |
(1)
Organisasi penyelenggara berkewajiban menyelenggarakan
pelayanan publik sesuai dengan tujuan pembentukan.
|
(2)
Penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), sekurang-kurangnya meliputi:
|
a. pelaksanaan pelayanan;
|
b. pengelolaan pengaduan masyarakat;
|
c. pengelolaan informasi;
|
d. pengawasan internal;
|
e. penyuluhan kepada masyarakat; dan
|
f.
pelayanan konsultasi.
|
(3)
Penyelenggara dan seluruh
bagian organisasi penyelenggara bertanggung jawab atas ketidakmampuan,
pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan.
|
Pasal 9
|
(1)
Dalam rangka mempermudah penyelenggaraan berbagai
bentuk pelayanan publik, dapat dilakukan penyelenggaraan sistem pelayanan
terpadu.
|
(2)
Pengaturan mengenai sistem pelayanan terpadu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
|
Bagian Ketiga
Evaluasi dan Pengelolaan Pelaksana Pelayanan Publik
|
Pasal 10
|
(1)
Penyelenggara berkewajiban melaksanakan evaluasi
terhadap kinerja pelaksana di lingkungan organisasi secara berkala dan
berkelanjutan.
|
(2)
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), penyelenggara berkewajiban melakukan upaya peningkatan kapasitas
pelaksana.
|
(3)
Evaluasi terhadap kinerja pelaksana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan indikator yang jelas dan terukur
dengan memperhatikan perbaikan prosedur dan/atau penyempurnaan organisasi
sesuai dengan asas pelayanan publik dan peraturan perundang-undangan.
|
Pasal 11
|
(1)
Penyelenggara berkewajiban melakukan
penyeleksian dan promosi pelaksana secara transparan, tidak diskriminatif,
dan adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
(2)
Penyelenggara wajib
memberikan penghargaan kepada pelaksana yang memiliki prestasi kerja.
|
(3)
Penyelenggara wajib memberikan
hukuman kepada pelaksana yang melakukan pelanggaran ketentuan internal
penyelenggara.
|
(4)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai mekanisme pemberian penghargaan dan hukuman ditentukan oleh
penyelenggara.
|
Bagian KeempatHubungan Antarpenyelenggara |
Pasal 12 |
(1)
Dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan, dapat dilakukan kerja sama
antarpenyelenggara.
|
(2)
Kerja sama antarpenyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kegiatan yang berkaitan dengan teknis operasional pelayanan dan/atau
pendukung pelayanan.
|
(3)
Dalam hal
penyelenggara yang memiliki lingkup kewenangan dan tugas pelayanan publik
tidak dapat dilakukan sendiri karena keterbatasan sumber daya dan/atau dalam
keadaan darurat, penyelenggara dapat meminta bantuan kepada penyelenggara
lain yang mempunyai kapasitas memadai.
|
(4)
Dalam keadaan darurat,
permintaan penyelenggara lain wajib dipenuhi oleh penyelenggara pemberi
bantuan sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi penyelenggara yang
bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
|
Bagian KelimaKerja Sama Penyelenggara dengan Pihak Lain |
Pasal
13
|
(1)
Penyelenggara dapat
melakukan kerja sama dalam bentuk penyerahan sebagian tugas penyelenggaraan
pelayanan publik kepada pihak lain dengan ketentuan:
|
a.
perjanjian kerja sama
penyelenggaraan pelayanan publik dituangkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan dalam pelaksanaannya didasarkan pada standar
pelayanan;
|
b.
penyelenggara
berkewajiban menginformasikan perjanjian kerja sama kepada masyarakat;
|
c.
tanggung jawab pelaksanaan
kerja sama berada pada penerima kerja sama, sedangkan tanggung jawab
penyelenggaraan secara menyeluruh berada pada penyelenggara;
|
d.
informasi tentang
identitas pihak lain dan identitas penyelenggara sebagai penanggung jawab
kegiatan harus dicantumkan oleh penyelenggara pada tempat yang jelas dan mudah
diketahui masyarakat; dan
|
e. penyelenggara dan pihak lain wajib mencantumkan alamat tempat mengadu dan
sarana untuk menampung keluhan masyarakat yang mudah diakses, antara lain
telepon, pesan layanan singkat (short
message service (sms)), laman (website), pos-el (e-mail), dan kotak pengaduan.
|
(2)
Pihak lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib berbadan hukum Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
|
(3)
Kerja sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menambah beban bagi masyarakat.
|
(4)
Selain kerja sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara dapat melakukan kerja sama
tertentu dengan pihak lain untuk menyelenggarakan pelayanan publik.
|
(5)
Kerja sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) tidak boleh lebih dari 14 (empat belas) hari dan tidak
boleh dilakukan pengulangan.
|
BAB IVHAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN |
Bagian KesatuHak dan Kewajiban bagi Penyelenggara |
Pasal 14
|
Penyelenggara
memiliki hak:
|
a.
memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang
bukan tugasnya;
|
b.
melakukan kerja sama;
|
c.
mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan
pelayananan publik;
|
d.
melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan
yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
dan
|
e.
menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
|
Pasal 15
|
Penyelenggara berkewajiban:
|
a. menyusun dan menetapkan standar pelayanan;
|
b. menyusun, menetapkan, dan memublikasikan
maklumat pelayanan;
|
c. menempatkan pelaksana yang kompeten;
|
d. menyediakan sarana, prasarana, dan/atau
fasilitas pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang
memadai;
|
e. memberikan pelayanan yang berkualitas
sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik;
|
f. melaksanakan pelayanan sesuai dengan
standar pelayanan;
|
g. berpartisipasi
aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik;
|
h. memberikan pertanggungjawaban terhadap
pelayanan yang diselenggarakan;
|
i. membantu masyarakat dalam memahami hak dan
tanggung jawabnya;
|
j. bertanggung jawab dalam pengelolaan
organisasi penyelenggara pelayanan publik;
|
k. memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan
hukum yang berlaku apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab
atas posisi atau jabatan; dan
|
l. memenuhi
panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan perintah
suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga
negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
|
Bagian KeduaKewajiban dan Larangan bagi Pelaksana |
Pasal 16
|
Pelaksana
berkewajiban:
|
a.
melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan penugasan
yang diberikan oleh penyelenggara;
|
b.
memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
|
c.
memenuhi panggilan untuk hadir atau melaksanakan
perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari
lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
|
d.
memberikan pertanggungjawaban apabila mengundurkan diri
atau melepaskan tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
dan
|
e.
melakukan evaluasi dan membuat laporan keuangan dan
kinerja kepada penyelenggara secara berkala.
|
Pasal 17
|
Pelaksana dilarang:
|
a. merangkap sebagai komisaris atau pengurus
organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi
pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah;
|
b. meninggalkan tugas dan kewajiban, kecuali
mempunyai alasan yang jelas, rasional, dan sah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
|
c. menambah pelaksana tanpa persetujuan
penyelenggara;
|
d. membuat perjanjian kerja sama dengan pihak
lain tanpa persetujuan penyelenggara; dan
|
e. melanggar asas penyelenggaraan
pelayanan publik.
|
Bagian KetigaHak dan Kewajiban bagi Masyarakat |
Pasal 18 |
Masyarakat berhak:
|
a.
mengetahui kebenaran isi standar pelayanan;
|
b.
mengawasi pelaksanaan standar pelayanan;
|
c.
mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan;
|
d.
mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau pemenuhan
pelayanan;
|
e.
memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki
pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
|
f.
memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki
pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
|
g.
mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan
standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara
dan ombudsman;
|
h.
mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan
standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina
penyelenggara dan ombudsman; dan
|
i.
mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas
dan tujuan pelayanan.
|
Pasal 19 |
Masyarakat
berkewajiban:
|
a. mematuhi dan memenuhi ketentuan
sebagaimana dipersyaratkan dalam standar
pelayanan;
|
b. ikut menjaga terpeliharanya
sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik; dan
|
c. berpartisipasi
aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan
publik.
|
BAB VPENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK |
Bagian KesatuStandar Pelayanan |
Pasal 20 |
(1)
Penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan
standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan penyelenggara, kebutuhan
masyarakat, dan kondisi lingkungan.
|
(2)
Dalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara wajib mengikutsertakan
masyarakat dan pihak terkait.
|
(3)
Penyelenggara berkewajiban menerapkan standar pelayanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
(4)
Pengikutsertaan masyarakat dan pihak terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan prinsip tidak
diskriminatif, terkait langsung dengan jenis pelayanan, memiliki kompetensi
dan mengutamakan musyawarah, serta memperhatikan keberagaman.
|
(5)
Penyusunan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dilakukan dengan pedoman tertentu yang diatur lebih lanjut
dalam peraturan pemerintah.
|
Pasal 21
|
Komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:
|
a.
dasar hukum;
|
b.
persyaratan;
|
c.
sistem, mekanisme, dan prosedur;
|
d.
jangka waktu penyelesaian;
|
e.
biaya/tarif;
|
f.
produk pelayanan;
|
g.
sarana, prasarana, dan/atau fasilitas;
|
h.
kompetensi pelaksana;
|
i.
pengawasan internal;
|
j.
penanganan pengaduan, saran, dan masukan;
|
k.
jumlah pelaksana;
|
l.
jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan;
|
m.
jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk
komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko
keragu-raguan; dan
|
n.
evaluasi kinerja pelaksana.
|
Bagian KeduaMaklumat Pelayanan |
Pasal 22
|
(1)
Penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan
maklumat pelayanan yang merupakan pernyataan kesanggupan penyelenggara dalam
melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.
|
(2)
Maklumat pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dipublikasikan secara jelas dan luas.
|
Bagian KetigaSistem Informasi Pelayanan Publik |
Pasal 23
|
(1)
Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik perlu diselenggarakan sistem informasi yang
bersifat nasional.
|
(2)
Menteri mengelola sistem informasi yang bersifat
nasional.
|
(3)
Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berisi semua informasi pelayanan publik yang berasal dari penyelenggara pada
setiap tingkatan.
|
(4)
Penyelenggara berkewajiban mengelola sistem informasi
yang terdiri atas sistem informasi elektronik atau nonelektronik,
sekurang-kurangnya meliputi:
|
a.
profil
penyelenggara ;
|
b.
profil pelaksana;
|
c.
standar pelayanan;
|
d.
maklumat pelayanan;
|
e.
pengelolaan
pengaduan; dan
|
f.
penilaian
kinerja.
|
(5)
Penyelenggara berkewajiban menyediakan informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada masyarakat secara terbuka dan mudah
diakses.
|
Pasal 24
|
Dokumen, akta, dan sejenisnya yang
berupa produk elektronik atau nonelektronik dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dinyatakan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
Bagian KeempatPengelolaan Sarana, Prasarana, dan/atau Fasilitas Pelayanan Publik |
Pasal 25 |
(1) Penyelenggara
dan pelaksana berkewajiban mengelola sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan
publik secara efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan berkesinambungan
serta bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dan/atau penggantian sarana,
prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik.
|
(2)
Pelaksana wajib memberikan laporan kepada penyelenggara
mengenai kondisi dan kebutuhan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan
publik serta pelaksana sesuai
dengan tuntutan kebutuhan standar pelayanan.
|
(3)
Atas laporan kondisi dan kebutuhan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), penyelenggara melakukan analisis dan menyusun daftar kebutuhan
sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik dan pelaksana.
|
(4)
Atas analisis dan daftar kebutuhan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), penyelenggara melakukan pengadaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dengan mempertimbangkan prinsip efektivitas, efisiensi,
transparansi, akuntabilitas, dan berkesinambungan.
|
Pasal 26
|
Penyelenggara dilarang memberikan
izin dan/atau membiarkan pihak lain menggunakan sarana, prasarana, dan/atau
fasilitas pelayanan publik yang mengakibatkan sarana, prasarana, dan/atau
fasilitas pelayanan publik tidak berfungsi atau tidak sesuai dengan
peruntukannya.
|
Pasal 27
|
(1) Saham
penyelenggara yang berbentuk badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang berkaitan dengan pelayanan publik dilarang dipindahtangankan
dalam keadaan apa pun, baik langsung maupun tidak langsung melalui penjualan,
penjaminan atau hal-hal yang mengakibatkan beralihnya kekuasaan menjalankan
korporasi atau hilangnya hak-hak yang menjadi milik korporasi sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
|
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan batal demi hukum.
|
Pasal 28
|
(1)
Penyelenggara yang bermaksud melakukan perbaikan sarana,
prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik wajib mengumumkan dan
mencantumkan batas waktu penyelesaian pekerjaan secara jelas dan terbuka.
|
(2)
Perbaikan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas
pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang mengakibatkan
terhentinya kegiatan pelayanan publik.
|
(3)
Pengumuman oleh penyelenggara harus dilakukan
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan
pekerjaan dimulai dengan memasang tanda yang memuat nama kegiatan, nama dan
alamat penanggung jawab, waktu kegiatan, alamat pengaduan berupa nomor
telepon, nomor tujuan pesan layanan singkat (short message service (sms)), laman (website), pos-el (email),
dan kotak pengaduan.
|
(4)
Penyelenggara dan pelaksana yang tidak melakukan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan telah melakukan
kelalaian.
|
Bagian KelimaPelayanan Khusus |
Pasal 29
|
(1)
Penyelenggara berkewajiban memberikan pelayanan dengan
perlakuan khusus kepada anggota masyarakat tertentu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
|
(2)
Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik dengan
perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang digunakan oleh
orang yang tidak berhak.
|
Pasal 30
|
(1) Penyelenggara
dapat menyediakan pelayanan berjenjang secara transparan, akuntabel, dan
sesuai dengan standar pelayanan serta peraturan perundang-undangan.
|
(2) Pelayanan
berjenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mematuhi ketentuan
tentang proporsi akses dan pelayanan kepada kelompok masyarakat berdasarkan
asas persamaan perlakuan, keterbukaan, serta keterjangkauan masyarakat.
|
(3) Ketentuan
mengenai proporsi akses dan kategori kelompok masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
|
Bagian KeenamBiaya/Tarif Pelayanan Publik |
Pasal 31
|
(1)
Biaya/tarif pelayanan publik
pada dasarnya merupakan tanggung jawab negara dan/atau masyarakat.
|
(2)
Biaya/tarif pelayanan publik
yang merupakan tanggung jawab negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebankan kepada negara apabila diwajibkan dalam peraturan
perundang-undangan.
|
(3)
Biaya/tarif pelayanan publik selain yang diwajibkan
oleh peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibebankan kepada penerima pelayanan publik.
|
(4)
Penentuan biaya/tarif pelayanan publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
|
Pasal 32
|
(1) Penyelenggara
berhak mendapatkan alokasi anggaran sesuai dengan tingkat kebutuhan
pelayanan.
|
(2) Selain
alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara dapat
memperoleh anggaran dari pendapatan hasil pelayanan publik.
|
Pasal 33
|
(1)
Dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan
oleh institusi penyelenggara negara dan lembaga independen yang dibentuk
berdasarkan undang-undang, negara wajib mengalokasikan anggaran yang memadai
melalui anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah.
|
(2)
Korporasi dan/atau badan hukum yang menyelenggarakan
pelayanan publik wajib mengalokasikan anggaran yang memadai secara
proporsional untuk peningkatan kualitas pelayanan publik.
|
(3)
Penyelenggara dilarang membiayai kegiatan lain dengan
menggunakan alokasi anggaran yang diperuntukkan pelayanan publik.
|
Bagian KetujuhPerilaku Pelaksana dalam Pelayanan |
Pasal 34
|
Pelaksana
dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus berperilaku sebagai berikut:
|
a. adil dan tidak diskriminatif;
|
b.
cermat;
|
c.
santun dan ramah;
|
d.
tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang
berlarut-larut;
|
e.
profesional;
|
f.
tidak mempersulit;
|
g.
patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar;
|
h.
menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan
integritas institusi penyelenggara;
|
i.
tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib
dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
|
j.
terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk
menghindari benturan kepentingan;
|
k.
tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta
fasilitas pelayanan publik;
|
l.
tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan
dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi
kepentingan masyarakat;
|
m.
tidak menyalahgunakan informasi, jabatan,
dan/atau kewenangan yang dimiliki;
|
n. sesuai dengan kepantasan; dan
|
o.
tidak
menyimpang dari prosedur.
|
Bagian KedelapanPengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik |
Pasal 35
|
(1)
Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan
oleh pengawas internal dan pengawas eksternal.
|
(2)
Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan publik
dilakukan melalui:
|
a.
pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; dan
|
b. pengawasan oleh pengawas fungsional sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
|
(3)
Pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik
dilakukan melalui:
|
a.
pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau
pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
|
b.
pengawasan oleh ombudsman sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; dan
|
c.
pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota.
|
Bagian KesembilanPengelolaan Pengaduan |
Pasal 36
|
(1)
Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan
dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan.
|
(2)
Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang
berasal dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota dalam batas waktu tertentu.
|
(3)
Penyelenggara berkewajiban menindaklanjuti hasil
pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
(4)
Penyelenggara berkewajiban mengumumkan nama dan alamat
penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan yang disediakan.
|
Pasal 37
|
(1)
Penyelenggara berkewajiban menyusun mekanisme
pengelolaan pengaduan dari penerima pelayanan dengan mengedepankan asas
penyelesaian yang cepat dan tuntas.
|
(2)
Materi
dan mekanisme pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh penyelenggara.
|
(3) Materi pengelolaan pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya meliputi:
|
a. identitas
pengadu;
b. prosedur
pengelolaan pengaduan;
|
c. penentuan
pelaksana yang mengelola pengaduan;
|
d. prioritas penyelesaian pengaduan;
|
e. pelaporan
proses dan hasil pengelolaan pengaduan kepada atasan pelaksana;
|
f.
rekomendasi
pengelolaan pengaduan;
|
g. penyampaian
hasil pengelolaan pengaduan kepada pihak terkait;
|
h. pemantauan
dan evaluasi pengelolaan pengaduan;
|
i.
dokumentasi dan statistik pengelolaan pengaduan; dan
|
j.pencantuman
nama dan alamat penanggung jawab serta sarana pengaduan yang mudah diakses.
|
Bagian KesepuluhPenilaian Kinerja |
Pasal 38 |
(1) Penyelenggara
berkewajiban melakukan penilaian kinerja penyelenggaraan pelayanan publik secara berkala.
|
(2) Penilaian
kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan
indikator kinerja berdasarkan standar pelayanan.
|
BAB VIPERAN SERTA MASYARAKAT |
Pasal 39
|
(1)
Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dimulai sejak penyusunan standar pelayanan sampai dengan evaluasi dan
pemberian penghargaan.
|
(2)
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diwujudkan dalam bentuk kerja sama, pemenuhan hak dan kewajiban
masyarakat, serta peran aktif dalam penyusunan kebijakan pelayanan publik.
|
(3)
Masyarakat dapat membentuk lembaga pengawasan pelayanan publik.
|
(4)
Tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik diatur lebih lanjut dalam peraturan
pemerintah.
|
BAB VIIPENYELESAIAN PENGADUAN |
Bagian Kesatu
Pengaduan
|
Pasal 40
|
(1)
Masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan
publik kepada penyelenggara, ombudsman, dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota.
|
(2)
Masyarakat yang melakukan pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dijamin hak-haknya oleh peraturan perundang-undangan.
|
(3)
Pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
a. penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban
dan/atau melanggar larangan; dan
|
b. pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan.
|
Pasal 41
|
(1)
Atasan satuan kerja
penyelenggara berwenang menjatuhkan sanksi kepada satuan kerja penyelenggara
yang tidak memenuhi kewajiban dan/atau melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf a.
|
(2)
Atasan pelaksana menjatuhkan sanksi
kepada pelaksana yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40 ayat (3) huruf b.
|
(3)
Pemberian sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan aduan masyarakat
dan/atau berdasarkan kewenangan yang dimiliki atasan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
|
Pasal 42
|
(1)
Pengaduan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 diajukan oleh setiap orang yang dirugikan atau oleh
pihak lain yang menerima kuasa untuk mewakilinya.
|
(2)
Pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
pengadu menerima pelayanan.
|
(3)
Pengaduan disampaikan secara
tertulis memuat:
|
a.
nama dan alamat lengkap;
|
b.
uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan dan uraian kerugian materiel atau immateriel yang diderita;
|
c.
permintaan penyelesaian yang diajukan; dan
|
d.
tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan.
|
(4)
Pengadu dapat memasukkan
tuntutan ganti rugi dalam surat pengaduannya sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
|
(5)
Dalam keadaan tertentu, nama
dan identitas pengadu dapat dirahasiakan.
|
Pasal 43
|
(1)
Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3)
dapat disertai dengan bukti-bukti sebagai pendukung pengaduannya.
|
(2)
Dalam hal pengadu membutuhkan dokumen terkait dengan
pengaduannya dari penyelenggara dan/atau pelaksana untuk mendukung pembuktian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara dan/atau pelaksana wajib
memberikannya.
|
Pasal 44
|
(1) Penyelenggara
dan/atau ombudsman wajib memberikan tanda terima pengaduan.
|
(2) Tanda
terima pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a.
identitas pengadu secara lengkap;
b.
uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan;
c.
tempat dan waktu penerimaan pengaduan; dan
d.
tanda tangan serta nama pejabat/pegawai yang menerima
pengaduan.
|
(3) Penyelenggara
dan/atau ombudsman wajib menanggapi pengaduan masyarakat paling lambat 14
(empat belas) hari sejak pengaduan diterima yang sekurang-kurangnya berisi
informasi lengkap atau tidak lengkapnya materi aduan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (3).
|
(4) Dalam
hal materi aduan tidak lengkap, pengadu melengkapi materi aduannya
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak menerima tanggapan
dari penyelenggara atau ombudsman sebagaimana diinformasikan oleh pihak
penyelenggara dan/atau ombudsman.
|
(5) Dalam
hal berkas pengaduan tidak dilengkapi dalam waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), pengadu dianggap mencabut pengaduannya.
|
Pasal 45
|
(1)
Pengaduan terhadap pelaksana ditujukan kepada atasan
pelaksana.
|
(2)
Pengaduan terhadap penyelenggara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a dan huruf b, ayat (4) huruf a dan huruf b,
serta ayat (7) huruf a ditujukan kepada atasan satuan kerja penyelenggara.
|
(3)
Pengaduan terhadap penyelenggara yang berbentuk
korporasi dan lembaga independen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3)
huruf c, ayat (4) huruf c, dan ayat (7) huruf b ditujukan kepada pejabat yang
bertanggung jawab pada instansi pemerintah yang memberikan misi atau
penugasan.
|
Bagian KeduaPenyelesaian Pengaduan oleh Ombudsman |
Pasal 46 |
(1)
Ombudsman wajib menerima dan berwenang memproses
pengaduan dari masyarakat mengenai penyelenggaraan pelayanan publik sesuai
dengan undang-undang ini.
|
(2)
Ombudsman wajib menyelesaikan pengaduan masyarakat
apabila pengadu menghendaki penyelesaian pengaduan tidak dilakukan oleh
penyelenggara.
|
(3)
Ombudsman wajib membentuk perwakilan di daerah yang
bersifat hierarkis untuk mendukung tugas dan fungsi ombudsman dalam kegiatan
pelayanan publik.
|
(4)
Pembentukan perwakilan ombudsman di daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak
undang-undang ini diundangkan.
|
(5)
Ombudsman wajib melakukan mediasi dan konsiliasi dalam
menyelesaikan pengaduan atas permintaan para pihak.
|
(6)
Penyelesaian pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan oleh perwakilan ombudsman di daerah.
|
(7)
Mekanisme dan tata cara penyelesaian pengaduan oleh
ombudsman diatur lebih lanjut dalam peraturan ombudsman.
|
Bagian KetigaPenyelesaian Pengaduan oleh Penyelenggara Pelayanan Publik |
Pasal 47
|
(1)
Penyelenggara wajib memeriksa pengaduan dari masyarakat
mengenai pelayanan publik yang diselenggarakannya.
|
(2)
Proses pemeriksaan untuk memberikan tanggapan pengaduan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku bagi penyelenggara.
|
Pasal 48
|
(1)
Dalam memeriksa materi pengaduan,
penyelenggara wajib berpedoman pada prinsip independen, nondiskriminasi,
tidak memihak, dan tidak memungut biaya.
|
(2)
Penyelenggara wajib menerima
dan merespons pengaduan.
|
(3)
Dalam hal pengadu keberatan dipertemukan dengan pihak
teradu karena alasan tertentu yang dapat mengancam atau merugikan kepentingan
pengadu, dengar pendapat dapat dilakukan secara terpisah.
|
(4)
Dalam hal pengadu menuntut ganti rugi, pihak pengadu
menguraikan kerugian yang ditimbulkan akibat pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan.
|
Pasal 49
|
(1)
Dalam melakukan pemeriksaan materi
pengaduan, penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan.
|
(2)
Kewajiban menjaga kerahasian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak gugur setelah pimpinan penyelenggara
berhenti atau diberhentikan dari jabatannya.
|
Pasal 50
|
(1)
Penyelenggara wajib memutuskan hasil pemeriksaan
pengaduan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak berkas pengaduan
dinyatakan lengkap.
|
(2)
Keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada pihak pengadu paling lambat
14 (empat belas) hari sejak diputuskan.
|
(3)
Dalam hal pengadu menuntut ganti
rugi, keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat jumlah ganti rugi
dan batas waktu pembayarannya.
|
(4)
Penyelenggara wajib
menyediakan anggaran guna membayar ganti rugi.
|
(5)
Dalam hal penyelesaian ganti
rugi, ombudsman dapat melakukan mediasi, konsiliasi, dan ajudikasi khusus.
|
(6)
Ajudikasi khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun sejak
undang-undang ini diundangkan.
|
(7)
Dalam melaksanakan ajudikasi
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mekanisme dan tata caranya diatur
lebih lanjut oleh peraturan ombudsman.
|
(8)
Mekanisme dan ketentuan
pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) diatur
lebih lanjut dalam peraturan presiden.
|
(9)
Penyelenggara berkewajiban
memberikan tembusan keputusan kepada pengadu mengenai penyelesaian perkara
yang diadukan.
|
Bagian Keempat
Pelanggaran
Hukum dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik
|
Pasal 51
|
Masyarakat dapat menggugat
penyelenggara atau pelaksana melalui peradilan tata usaha negara apabila
pelayanan yang diberikan menimbulkan kerugian di bidang tata usaha negara.
|
Pasal 52
|
(1)
Dalam hal penyelenggara
melakukan perbuatan melawan hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, masyarakat dapat mengajukan
gugatan terhadap penyelenggara ke pengadilan.
|
(2)
Pengajuan gugatan terhadap
penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghapus kewajiban
penyelenggara untuk melaksanakan keputusan ombudsman dan/atau penyelenggara.
|
(3)
Pengajuan gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
Pasal 53
|
(1)
Dalam hal penyelenggara
diduga melakukan tindak pidana dalam penyelenggaraan pelayanan publik
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, masyarakat dapat melaporkan penyelenggara
kepada pihak berwenang.
|
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak menghapus kewajiban penyelenggara untuk melaksanakan keputusan
ombudsman dan/atau penyelenggara.
|
BAB VIII
KETENTUAN SANKSI
|
Pasal 54
|
(1)
Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 15 huruf g; Pasal 17 huruf e dikenai
sanksi teguran tertulis.
|
(2)
Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 13 ayat (1) huruf b dan huruf e;
Pasal 15 huruf e dan huruf f; Pasal 16 huruf a; Pasal 17 huruf b dan huruf c;
Pasal 25 ayat (2); Pasal 29 ayat (2); Pasal 44 ayat (1); Pasal 47 ayat (1);
Pasal 48 ayat (1); dan Pasal 50 ayat (9) dikenai sanksi teguran tertulis, dan
apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan tidak melaksanakan ketentuan dimaksud dikenai
sanksi pembebasan dari jabatan.
(3)
Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dikenai sanksi teguran tertulis,
dan apabila dalam waktu 1 (satu) tahun tidak melaksanakan ketentuan dimaksud dikenai
sanksi pembebasan dari jabatan.
(4)
Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (1) dan ayat (4) dikenai sanksi teguran
tertulis, dan apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan atau dalam masa pelaksanaan
pekerjaan tidak melaksanakan ketentuan dimaksud dikenai sanksi pembebasan
dari jabatan.
|
(5)
Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c, huruf d, huruf h, dan huruf i;
Pasal 23 ayat (4) dan ayat (5); Pasal 25 ayat (1); Pasal 28 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 29 ayat (1); Pasal 36 ayat (2); Pasal 37 ayat (1); Pasal 43 ayat
(2); Pasal 44 ayat (3); dan Pasal 50 ayat (2) dikenai
sanksi penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling
lama 1 (satu) tahun.
(6)
Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dikenai sanksi penurunan pangkat
pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun.
|
(7)
Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1); Pasal 15 huruf b, huruf e, huruf
j, huruf k, dan huruf l; Pasal 16 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e;
Pasal 17 huruf a dan huruf d; Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 22; Pasal
28 ayat (4); Pasal 33 ayat (1); Pasal 36 ayat (3); Pasal 48 ayat (2); serta Pasal
50 ayat (1) dan ayat (4) dikenai sanksi pembebasan dari jabatan.
|
(8)
Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a; Pasal 20 ayat (1); Pasal 26; Pasal
33 ayat (3) dikenai sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri.
|
(9)
Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 49 ayat (1) dikenai
sanksi pemberhentian tidak dengan hormat.
|
(10) Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf c yang
melanggar ketentuan Pasal 15 huruf a; Pasal 26; Pasal 33 ayat (3); dan Pasal
36 ayat (3) dikenai sanksi pembekuan misi dan/atau izin yang diterbitkan oleh
instansi pemerintah.
|
(11) Penyelenggara
yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (10), apabila dalam jangka
waktu paling lama 6 (enam) bulan tidak melakukan perbaikan kinerja dikenai
sanksi pencabutan izin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah.
|
Pasal 55
|
(1)
Penyelenggara atau pelaksana yang tidak melakukan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), Pasal 28 ayat (1) dan
ayat (4), Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) dan atas perbuatan tersebut
mengakibatkan timbulnya luka, cacat tetap, atau hilangnya nyawa bagi pihak
lain dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
|
(2)
Pengenaan sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak membebaskan dirinya membayar ganti rugi bagi korban.
(3)
Besaran ganti rugi korban ditetapkan berdasarkan
berdasarkan putusan pengadilan.
|
Pasal 56
|
(1)
Penyelenggara atau pelaksana yang tidak melakukan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), Pasal 28 ayat (1) dan
ayat (4), dan atas perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian negara dikenai
denda.
|
(2)
Besaran denda ditetapkan berdasarkan putusan
pengadilan.
|
Pasal 57
|
(1)
Sanksi bagi penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 56 dikenakan kepada pimpinan penyelenggara.
|
(2)
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh atasan penyelenggara yang bertanggung jawab atas kegiatan pelayanan
publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
(3)
Pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara sebagaimana
diatur dalam Pasal 40 ayat (3) yang menimbulkan kerugian wajib dibayar oleh
penyelenggara setelah dibuktikan nilai kerugiannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
|
Pasal 58
|
Pimpinan penyelenggara dan/atau
pelaksana yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55,
dan Pasal 56 dapat dilanjutkan pemrosesan perkara ke lembaga peradilan umum
apabila penyelenggara melakukan perbuatan melawan hukum dan/atau penyelenggara
melakukan tindak pidana.
|
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN |
Pasal 59
|
Pada saat undang-undang ini mulai
berlaku, semua peraturan atau ketentuan mengenai penyelenggaraan pelayanan
publik wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam undang-undang ini paling
lambat 2 (dua) tahun.
|
BAB XKETENTUAN PENUTUP |
Pasal 60
|
(1)
Peraturan pemerintah mengenai ruang lingkup pelayanan
publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) harus ditetapkan paling
lambat 6 (enam) bulan sejak undang-undang ini diundangkan.
|
(2)
Peraturan pemerintah mengenai sistem pelayanan terpadu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) harus ditetapkan paling lambat 6
(enam) bulan sejak undang-undang ini diundangkan.
|
(3)
Peraturan pemerintah mengenai pedoman penyusunan
standar pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) harus
ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan sejak undang-undang ini diundangkan.
|
(4)
Penyelenggara harus menyusun, menetapkan, dan
menerapkan standar pelayanan paling lambat 6 (enam) bulan setelah peraturan
pemerintah mengenai pedoman penyusunan standar pelayanan diundangkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
(5)
Peraturan pemerintah mengenai proporsi akses dan kategori
kelompok masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) harus
ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan sejak undang-undang ini diundangkan.
|
(6)
Peraturan pemerintah mengenai tata cara pengikutsertaan
masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 ayat (4) harus ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan sejak
undang-undang ini diundangkan.
|
(7)
Peraturan presiden mengenai mekanisme dan ketentuan
pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (8) harus
ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan sejak undang-undang ini diundangkan.
|
Pasal 61
|
Kewajiban negara menanggung beban
pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) harus dipenuhi
selambat-lambatnya dimulai tahun anggaran 2011.
|
Pasal 62
|
Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
Disahkan
di Jakarta
Pada
tanggal ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO
BAMBANG YUDHOYONO
|
Diundangkan di
Jakarta
Pada tanggal
...
MENTERI HUKUM
DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA
Ttd
ANDI MATTALATA
|
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN …. NOMOR .....
|
Rabu, 13 Juni 2012
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar